Hari ini 18 Agustus 2010 saya memijakkan kaki di kepulauan Borneo. Perjalanan yang saya tempuh dari Jakarta selama satu jam dengan menggunakan pesawat, kesan pertama yang ada dalam pikiran saya ketika mendarat di bandara supadio adalah bahwa provinsi ini masih jauh tertinggal dari provinsi sumatera utara, hal ini saya nilai berdasarkan kondisi bandara udara supadio yang memiliki sarana dan prasarana yang masih sederhana.
Sebelum saya berangkat ke Pontianak saya sudah tiga bulan menjalani training di kantor saya yang ada di daerah KS Tubun, Jakarta. Banyak pertanyaan dari rekan-rekan kerja saya “Kenapa Anda mau ditempatkan di Pontianak?”, jawaban yang paling tepat untuk menjawab pertanyaan ini adalah “saya ingin mencari pengalaman di luar pulau sumatera dan jawa”. Alasan tersebut pasti banyak dimiliki oleh orang-orang yang masih hidup lajang, pengen kesana dan pengen kesini, alas an tersebutlah yang menguatkan hatiku untuk sampai dipulau ini.
Begitu saya sampai di kantor Regional Pontianak saya langsung diminta berangkat ke kabupaten landak karena ada pekerjaan mendadak dari pimpinan, perjalanan dari pontianak ke kota ngabang selama empat jam, sungguh perjalanan yang sangat melelahkan. Banyak cerita-cerita yang masuk kategori seram yang saya dengar dari sopir dan rekan-rekan, intinya kalau kita berbuat baik pasti kita akan baik-baik saja. Malam harinya saya dan rekan-rekan menginap di mess yang ada di kota ngabang, ke esokan harinya kami melanjutkan perjalanan ke sebuah kebun sawit yang tidak jauh dari penginapan, begitu kami sampai saya langsung memasang peralatan-peralatan IT dan menerangkannya kepada user.
Ternyata saya salah prediksi mengenai kebun tersebut, ternyata tempat yang kami singahi tadi hanyalah tempat perbekalan dn bagian administrasi. Perjalanan kami lakukan dengan menggunakan mobil strada buatan Mitsubishi, mobil yang tangguh menurut saya karena medan yang dilalui sangat susah. Jalan menuju perkebunan merupakan jalan yang baru dibuka dengan menggunakan alat berat, dalam perjalanan mobil kami tiga kali terperosok di dalam Lumpur, setiap kali terperosok harus memanggil bantuan traktor atau alat berat untuk menarik mobil. Dalam perjalanan kami sering menjumpai warga yang sedang menuju sekolah dengan berjalan kaki tanpa menggunakan alas kaki. Dari situ saya berfikir masih banyak warga Negara Indonesia yang belum terjangkau oleh pembangunan. Sesampainya di perkebunan saya melihat tanaman sawit yang sudah siap tanam dengan daun yang hijau. Perjalanan yang sangat menantang, semoga kedepannya perkebunannya maju dan memberikan nafkah bagi masyarakat setempat.
2 Responses to Pindah ke Kalimantan Barat